KRICOM - Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pernah mengingatkan kepada panitia lelang proyek e-KTP agar paket pekerjaan dipecah supaya tidak terjadi praktik monopoli. Bahkan, LKPP sempat memberi tahu adanya pelanggaran yang terjadi dalam proyek e-KTP. Namun, hak tersebut digubris oleh panitia lelang.
Direktur Penanganan Permasalahan Hukum LKPP, Setya Budi Arijanta mengatakan bahwa pihaknya akhirnya mundur dari proses lelalng tersebut karena pihak panitia lelang memutuskan untuk meneruskan proyek tersebut tanpa mempertimbangkan usulan LKPP.
"Ada beberapa pelanggaran terhadap Perpres 54 waktu itu, yang pokok pertama secara pengumuman waktu itu ada 9 item pekerjaan, yang diumumkan 5 atau 6 gitu. Itu kita ingatkan tolong diumumkan ulang," kata Setya Budi dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (1/2/2018).
Ketua tim pendampingan proyek e-KTP itu menjelaskan, dari 9 paket yang ada, hanya 6 yang disampaikan. Padahal, seharusnya semuanya disampaikan. Lantaran menurutnya salah satu poin penting adalah 9 paket pengerjaan ini harus dipisah agar kompetisi tender terjamin.
"Waktu itu yang diumumkan 6, tidak semuanya. Ini tidak benar, melanggar perpres, harusnya semuanya diumumkan. Dokumen yang digunakan juga masih mengacu kepada proses pengadaan manual," ujar Budi.
Dalam pandangannya, panitia lelang tidak konsisten dalam menggunakan dokumen lelang. Pasalnya, kata dia, dokumen lelang tersebut harusnya dinilai secara kuantitatif, bukan kualitatif sehingga paket tersebut harus dipecah.
"Pekerjaan sebesar itu, nilainya sebesar itu, kita analisis itu akan berpeluang terjadi kegagalan. Dokumen lelangnya itu banyak yang kualitatif kriteria penilaiannya. Begitu kualitatif, evaluasinya nanti sangat subjektif. Itu pasti di lapangan akan subjektif, padahal itu di Perpres enggak boleh, kalau bikin kriteria evaluasi harus kuantitatif. Kita minta itu diperbaiki, tapi enggak diperbaiki," tandasnya.