KRICOM - Empat hari setelah disahkan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) terus menuai kontroversi. Bahkan beberapa lembaga sudah melayangkan gugatannya ke Mahkamah Konstitusi.
Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM akan menyusul lembaga lainnya untuk mengajukan uji materi UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun belum diketahui kapan gugatan tersebut dilayangkan.
"Pasal 122 K misalnya, itu salah satu pasal yang sangat jelas melanggar konstitusi," kata Peneliti Pukat UGM, Hifdzil Alim kepada Kricom.id, Jumat (16/2/2018).
Hifdzil menjelaskan, dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 jelas-jelas diatur bahwa setiap orang berhak menyampaikan pendapat, baik secara lisan maupun tulisan.
Namun kini, mereka malah membuat undang-undang baru yang menyebut bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) berhak melakukan langkah hukum kepada seseorang, kelompok atau badan hukum yang dianggap merendahkan martabat DPR dan anggotanya.
"Jadi, kalau ada Pasal 122 huruf K UU MD3, maka Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 itu jelas dilanggar. Ini ketentuan yang sangat buruk," ujar dia.
Selain Pasal 122 K, ada pasal lain dalam UU MD3 yang menuai polemik karena dinilai memberikan kuasa yang berlebihan kepada DPR.
Dalam Pasal 73, misalnya, ditambahkan frase "wajib" bagi polisi membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR, namun enggan datang.
Selain itu, pasal 245 mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR harus dipertimbangkan MKD terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin bagi aparat penegak hukum.