KRICOM - Tiga tahun pemerintaha Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi catatan tersendiri bagi Indonesia Corruption Watch (ICW). Dalam tiga tahun masa kepemipinan tersebut, ICW menyoroti kinerja kepolisian dan kejaksaan.
Untuk kejaksaan, ICW menkritik sikap Jaksa Agung HM Prasetyo yang justru terlihat tidak sportif ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap oknum jaksa yang menerima suap.
"Respons dari Jaksa Agung sendiri ketika KPK melakukan bersih-bersih justru malah tidak sportif," kata Anggota Divisi Hukum ICW, Lola Ester di Kantor ICW, Jumat (21/10/2017).
Padahal, menurut ICW, harusnya Jaksa Agung berterima kasih karena KPK sudah melakukan upaya pembersihan. "Memang ditanggapi dengan positif tapi defensif. Kita juga ingat ketika Jaksa Agung menyatakan bahwa KPK terlalu gaduh dalam melakukan OTT," tuturnya.
Lola pun mengkritik saat Jaksa Agung menyatakan KPK hanya melakukan operasi tangkap tangan receh saat melakukan penangkapan terhadap Kepala Seksi Intel III Kejaksaan Tinggi Bengkulu Parlin Purba. "Justru respons ini menjadi sangat memalukan dan merugikan pemerintahan Jokowi-JK sebagai sebuah kabinet," ucap Lola.
Sementara itu, kepolisian, lanjut Lola, ICW menilai, kepolisian telah melakukan langkah positif dalam upaya pemberantasan korupsi. Upaya tersebut adalah Kepala Kepolisian RI menerbitkan paket kebijakan internal di kepolisian.
Kapolri, kata Lola, telah mendorong agar anggotanya tidak lagi hidup bermewah-mewah dan membatasi pengeluaran yang ada di level keluarga agar tidak melampaui pendapatan yang diperoleh anggotanya sendiri.
Meski begitu, ada hal yang masih mengganjal terkait dengan kinerja Polri dalam pemberantasan korupsi, yakni penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, yang sampai sekarang tidak ada kejelasannya.
Menurut Lola, perkara Novel ini akan selalu relevan untuk menilai pemerintahan Jokowi-JK karena mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap publik.
"Perkara KTP elektronik adalah yang diduga menjadi penyebab, kemudian Novel diserang oleh orang yang tidak dikenal pada April lalu, dan sampai sekarang masih belum ada kejelasan", ujarnya.
Dorongan publik kepada presiden untuk membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) hanya direspons dengan normatif dan tidak ada tindak lanjut yang lebih jauh.
"Akhirnya agenda memperkuat KPK yang ditulis di dalam Nawa Cita tidak terwujud, malah serangan terhadap KPK itu sangat bertubi-tubi dan hampir kolaps," kata Lola.