KRICOM - Warganet ramai-ramai menolak Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Penolakan ini tertuang dalam petisi online di laman change.org.
Dari pantauan KRICOM, Jumat (16/2/2018), petisi ini dimulai tepat di hari Valentine, Rabu (14/2/2018) dengan judul "Tolak revisi UU MD3, DPR tidak boleh mempidanakan kritik!".
"Masih ingat huruf-huruf ini = UU MD3? Sebuah undang-undang yang direvisi dalam waktu kilat untuk menambah kekuasaan wakil-wakil kita di DPR, beberapa tahun yang lalu. Kejadian lagi! Di saat perhatian kita tertuju pada berbagai isu, UU MD3 kembali direvisi dalam waktu beberapa hari saja. Padahal bisanya revisi undang-undang itu bisa lama sekali. Kok bisa yang ini cepet banget?" begitu bunyi petisi tersebut.
Petisi tersebut digagas oleh berbagai elemen masyarakat yang tidak menyetujui UU anti kritik tersebut disahkan oleh parlemen di antaranya, Indonesia Corruption Watch (ICW), Komite Pemantau Legislatif (KOPEL), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kode Inisiatif, Yappika, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dan FITRA.
Di dalam petisi juga memuat delapan nama partai yang mendukung revisi UU MD3, yakni PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Hanura, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Petisi ini menargetkan 150.000 tanda tangan. Hingga berita ini diturunkan, sudah ada 145.140 warganet yang menandatangani petisi tersebut.
Sementara itu, Campaign Manager Change.org Indonesia, Denok mengatakan, petisi ini sangat cepat direspons oleh warganet.
“Ini termasuk petisi terbesar. Ramainya suara penolakan warganet terhadap UU MD3 ini juga menunjukkan kekecewaan masyarakat terhadap keputusan yang dibuat DPR yang mereka anggap antikritik," kata Denok melalui keterangan tertulisnya.