KRICOM - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan telah mengesahkan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2018 sebesar Rp 3.648.035. Namun, keputusan tersebut mendapat penolakan dari berbagai elemen serikat pekerja karena lebih rendah dari tuntutan, yakni sebesarRp 3,9 juta.
“Kami menolak keputusan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang menyatakan UMP DKI tahun 2018 sebesar Rp 3.648.035,” tegas Ketua Umum FSP Farkes Reformasi, Idris Idham melalui keterangan resminya, Kamis (2/11/2017).
Menurut Idris, pihaknya menolak nilai UMP DKI 2018 lantaran dalam penetapan UMP itu, Pemprov DKI mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015. Padahal, berdasarkan UU Nomor 13 tahun 2003, penetapan UMP seharusnya berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Terlebih, lanjut Idris, tahun lalu kaum buruh yang tergabung dalam Koalisi Buruh Jakarta (KBJ) telah berhasil memenangkan gugatan atas keputusan Pemprov DKI yang menetapkan UMP DKI tahun 2017 berdasarkan PP 78/2015 di PTUN Jakarta.
"Jadi jika penetapan UMP tahun 2018 yang masih menggunakan PP 78/2015, berarti pemerintah melanggar Undang-Undang," tegas Idris.
Oleh sebab itu, Idris menegaskan bahwa pihaknya yang berafiliasi dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan turut serta dalam aksi buruh yang akan berlangsung pada tanggal 10 November 2017 mendatang.
"Kami akan all out turun ke jalan melawan keputusan gubernur. Kepada kawan-kawan buruh, saya minta agar selalu semangat dan kompak dalam memperjuangkan upah layak," tegasnya.
Dalam Rapat Sidang Penetapan UMP DKI, Dewan Pengupahan DKI yang terdiri dari unsur SP/SB, mengajukan UMP sebesar Rp 3.917.398 yang diperoleh dari survei KHL ditambahkan dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi 8,71%.
Sedangkan APINDO, yang merupakan utusan pengusaha, mengajukan nilai sebesar Rp 3.648.035 yang didapat berdasarkan PP 78/2015 yaitu inflasi 8,71%.
"Tetapi kemudian Gubernur DKI Jakarta memilih menetapkan UMP 2018 berdasarkan rekomendasi dari pengusaha," tandas Idris.