KRICOM - Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM akan menyusul lembaga lainnya yang sudah melayangkan gugatan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi.
Sebab beberapa pasal dalam UU MD3 telah melanggar konstitusi. Beberapa poin dari pasal tersebut juga multitafsir lantaran hanya berdasarkan asumsi dari anggota dewan saja.
"UU MD3 merupakan jalan lahir kesewenang-wenangan DPR," kata Peneliti Pukat UGM, Hifdzil Alim, Jumat (16/2/2018).
Pakar Hukum Tata Negara ini menilai UU MD3 seperti membawa Indonesia kembali ke zaman baheula.
Lagipula, keberadaan Pasal 122 K di undang-undang tersebut dinilai tidak efektif. Pasalnya, urusan penghinaan terhadap lembaga negara sudah menjadi tugas dan tanggung jawabnya penegak hukum seperti polisi, jaksa dan pengadilan.
"Kalau Anda tunduk kepada UU negara, Anda pasti menjadi objek pengawasan masyarakat, karena setiap pekerjaan Anda dibiayai oleh pajak rakyat. Kalau tidak mau diawasi silakan mengundurkan diri," pungkasnya.
Selain Pasal 122 K, ada pasal lain dalam UU MD3 yang menuai polemik karena dinilai memberikan kuasa yang berlebihan kepada DPR.
Dalam Pasal 73, misalnya, ditambahkan frase "wajib" bagi polisi membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR, namun enggan datang.
Selain itu, pasal 245 mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR harus dipertimbangkan MKD terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin bagi aparat penegak hukum.