KRICOM - Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna akhirnya keluar dari gedung KPK setelah diperiksa selama dua jam. Saat keluar, ia meminta kepada media agar tidak membuat gaduh.
"Saya minta yang penting permasalahan ini jangan sampai dibuat gaduh," kata Jenderal Agus di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (3/1/2018).
Saat keluar gedung, ia tak banyak berkomentar soal pemeriksaan yang dijalaninya. Ia Beralasan jika dirinya terikat dengan perundang-undangan dan sumpah prajurit.
"Segala sesuatu ini kan adalah tugas dan tanggung jawabnya KPK, saya sudah jelaskan apa yang bisa dijelaskan di sana. Saya sekarang ingin menjelaskan kepada teman-teman karena ini semua sudah ada aturannya, ada perundang-undangan, ada doktrin, dan ada sumpah bagi prajurit. Jadi ke mana-mana itu tidak boleh asal mengeluarkan statement," katanya.
Agus digarap KPK sebagai saksi dari Irfan Kurnia Saleh dalam kasus korupsi pengadaan Helikopter Agusta Westland (AW)-101. Saat itu, Agus masih menjabat sebagai KSAU TNI.
Dugaan korupsi pengadaan Heli AW 101 dibongkar berkat kerjasama KPK dan TNI. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.
PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah membuat kontrak langsung dengan produsen Heli AW-101 senilai Rp 514 miliar. Namun, pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya Mandiri justru menaikkan nilai jualnya menjadi Rp 738 miliar.
Akibat perbuatannya diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 224 miliar. Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
TNI pun menetapkan lima orang tersangka dari jajarannya, yaitu Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya TNI FA, dan pejabat pemegang kas Letkol administrasi WW.
Selain itu, staf pejabat pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu yakni Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS, dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.
Adapun hasil perhitungan sementara ditemukan kerugian negara sekitar Rp 224 miliar dari nilai proyek Rp 738 miliar tersebut.
Puspom TNI juga menetapkan beberapa tersangka lain, seperti Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama berinisial FA selaku pejabat pembuat komitmen atau kepala staf pengadaan TNI AU 2016-2017, Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial WW selaku pejabat pemegang kas, Pembantu Letnan Dua berinsial SS selaku staf Pekas, Kolonel FTS selaku kepala Unit Layanan Pengadaan dan Marsekal Muda TNI SB selaku asisten perencana kepala staf Angkatan Udara.