KRICOM - Taktik sakit yang digunakan terdakwa kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto dinilai Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel sebagai gangguan psikologis malingering.
Pasalnya, menurut Reza, orang yang tersangkut hukum seperti Novanto memang biasa memainkan taktik malingering untuk bisa berkelit atau bahkan berharap mendapat keringanan hukum.
"Orang yang tersangkut kasus hukum bisa memainkan taktik pura-pura sakit (malingering) agar bisa berkelit dari hukum atau pun untuk mendapat keringanan hukuman," ujarnya, di Jakarta, Kamis (14/12/2017).
Siasat yang dilakukan mantan Ketua Umum Partai Golkar ini sudah biasa digunakan oleh para koruptor yang kerap mangkir dengan alasan sakit dan lainnya. Namun, menurutnya, setelah persidangan dimulai hingga masuknya ke jeruji besi, maka para pesakitan itu bisa sembuh dengan sendirinya.
"Dulu para koruptor juga kerap mangkir dengan alasan sakit, berobat, dan seterusnya. Tapi setelah terbiasa dengan situasi suasana persidangan yang ternyata biasa saja, para terdakwa bisa sembuh dengan sendirinya," imbuhnya.
Selain itu, menurutnya, dalam malingerin' yang diperankan Novanto ada yang janggal dari pengakuan sakit dan gejala yang dialami terdakwa kasus yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun tersebut.
"Biasanya gejala diare itu perut mulas dan sering ingin buang air besar. Saya belum pernah dengar ada orang 'mengaku' diare tapi gejalanya gangguan pendengaran, tidak mampu mengolah informasi, dan kesulitan bicara," katanya.
Menurutnya, perbedaan gejala dan pengakuan yang dijadikan modus Novanto bisa jadi malingering false imputation. Artinya, tidak ada hubungan antara jenis sakit dengan bentuk gejala yang ditunjukkan.
"Kalau berbeda mungkin ini malingering berjenis false imputation alias tidak ada hubungan antara jenis sakit dan bentuk gejalanya," tuturnya.
Untuk itu, lanjut dia, dengan sudah terlihat jelas taktik yang digunakan Novanto, seharusnya KPK, Polisi, dan Kejaksaan perlu membuat catatan khusus tentang malingering yang digunakan. Bahkan, dia menyarankan, lebih baik catatan tersebut menjadi pertimbangan dan ditulis di naskah putusan untuk menentukan hukuman setimpal.
"Lalu serahkan ke hakim. Paralel, MA perlu menyusun panduan penentuan hukuman (sentencing guidelines manual) yang menetapkan bahwa terdakwa yang kedapatan melakukan malingering selama proses hukum, termasuk dalam persidangan akan dikenakan hukuman tambahan. Modus malingeringnya juga ditulis di naskah putusan," tandasnya.