KRICOM - Aparat keamanan sudah dua kali menggagalkan penyelundupan sabu seberat satu ton di Perairan Kepulauan Riau. Namun, penangkapan tersebut bukan cuma sebuah prestasi tapi juga ancaman bagi Indonesia.
Sebab di saat Pemerintah menyatakan perang terhadap narkoba, rupanya Tanah Air masih menjadi sarang empuk bagi bandar untuk menyelundupkan barang haramnya.
"Memang Indonesia ini sangat luas wilayahnya, jadi ada daerah-daerah tertentu yang pintunya rawan dipakai para bandar," kata Pengamat Kepolisian, Bambang Widodo Umar kepada Kricom, Rabu (14/2/2018).
Selain permasalahan wilayah, penyebab masuknya narkoba ke Indonesia juga dikarenakan lemahnya tim intelijen.
"Kalau faktanya kebobolah terus tuh artinya kan intelijennya lemah. Kalau intelijen lemah negeri itu ya akan seperti ini, tidak hanya narkoba masalah-masalah lain kejahatan bisa terjadi di situ," ujar Bambang.
Pengamat asal Universitas Indonesia ini berharap penangkapan kapal penyelundup satu ton sabu bisa membuat pemerintah berbenah diri.
Karena kalau mata rantai narkoba tak pernah putus, maka yang rugi ialah anak-anak kita di generasi mendatang.
"Kadang saya pesimis juga kenapa narkotik tuh ada. Yang rusak kan masa depan anak-anak kita kalau tidak serius pencegahannya," tutupnya.
Dalam kurun waktu enam bulan, aparat keamanan berhasil menggagalkan penyelundupan satu ton sabu. Ironisnya, penangkapan ini sama-sama dilakukan di Perairan Kepulauan Riau.
Penangkapan pertama dilakukan aparat gabungan Polda Metro Jaya, Polda Kepri dan Polresta Barelang pada awal Agustus 2017 silam. Saat itu, mereka mengamankan Kapal Wanderlust di Pelabuhan Tanjung Ucang, Batam, Kepri lantaran membawa 1 ton sabu dari Guangzhou, Tiongkok.
Kemudian pada Sabtu (10/2/2018) kemarin, giliran BNN dan TNI yang mengamankan 1 ton sabu yang disamarkan di antara tumpukan beras dari Kapal MV Sunrise Glory di Selat Philips atau sekitar Perairan Batam, Kepulauan Riau.