KRICOM - Kasus penganiayaan seorang guru oleh murid hingga tewas di Sampang, Madura menjadi catatan hitam bagi pemerintah, khususnya yang membawahi sistem pendidikan di Indonesia.
Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), kasus tersebut harus menjadi peringatan bagi pemerintah untuk kembali mengkaji sistem pendidikan yang selama ini diterapkan.
"Embrio pendidikan dasar saat ini harus dievaluasi, baik pendidikan dasar soal kebaikan, toleransi, maupun nilai-nilai keagamaan. Itu semua harus dimulai dari rumah," kata Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait kepada Kricom, Selasa (6/2/2018).
Saat ini, ia menganggap pemerintah hanya mementingkan faktor kecerdasan intelektual di dalam kurikulum yang diterapkan di sekolah. Padahal, hal itu bukan menjadi jaminan seorang siswa bisa 'tercetak' dengan baik.
"Kultur pendidikan kita ini lebih banyak mengejar terget kecerdasan intelektual, seperti harus mempunyai IP (indeks prestasi) sekian. Kecerdasan intelektual memang baik, tetapi harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional yang berisi penanaman keberagaman, kemajemukan, menghargai perbedaan pendapat," jelasnya.
"Kemudian yang tak kalah penting adalah kecerdasan spiritual. Itu harus sejalan dan enggak bisa salah satu yang menonjol," tegasnya.
Oleh karenanya, ia meminta kepada pemerintah untuk duduk bersama para praktisi pendidikan dan pakar-pakar guna merumuskan sistem kurikulum yang mencakup tiga hal, yakni kecerdasan intelektual, emosional, serta spiritual guna menghindari hal serupa seperti di Sampang, Madura.
"Karena ini sudah menjadi darurat bullying. Pemerintah harus sadar akan hal itu," tandasnya.