KRICOM - Perang melawan teroris tidak semata-mata ditentukan oleh seberapa banyak pelaku yang diringkus. Bagi kepolisian, perang melawan teroris adalah pertarungan merebut simpati dan dukungan masyarakat
Kasus pembakaran Mapolres Dharmasraya, Sumatera Barat menjadi pertanda bahwa di medan pertarungan, Kehumasan Polri perlu menguatkan diri lagi.
Hal tersebut disampaikan Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel.
Pasalnya, kata Reza, polisi memang berhasil menamatkan riwayat pelaku pembakaran. Namun, sangat menyedihkan karena Kapolres Dharmasraya, AKBP Rudy Yulianto justru menyebut "seruan membesarkan nama Tuhan" sebagai salah satu indikator teroris.
Celakanya, perkataan itu diucapkan Kapolres pada saat wawancara langsung dengan salah satu televisi berita.
Menurut Reza, perkataan Kapolres itu bersumber dari implicit bias, yakni asosiasi otomatis yang terbangun antara kalangan tertentu dengan stereotip yang dimiliki kalangan tersebut.
"Karena kadung diucapkan secara sadar dan terbuka, implicit bias 'naik kelas' menjadi explicit bias," ucap Reza melalui keterangan tertulisnya yang diterima Kricom.id, Rabu (16/11/2017).
Reza mengakui bahwa implicit atau pun explicit bias, juga terjadi pada personel polisi di negara-negara lain. Misalnya, polisi lebih curiga terhadap warga kulit hitam dan Latino.
"Padahal implicit bias jelas-jelas punya pengaruh sangat nyata terhadap relasi yang polisi bangun dengan warga," tuturnya.
Reza menuturkan, dalam rangka memastikan terealisasinya Polri sebagai organisasi yang Profesional, Modern, dan Terpercaya (Promoter), seharusnya Polri bersama publik mempunyai kebutuhan untuk menangani explicit bias Kapolres Dharmasraya. Baik secara organisasi maupun secara hukum.
"Intinya, Polri perlu mengunci perkataan bias tersebut sebagai kekeliruan individu, bukan sebagai organisasi," imbuhnya.
Diketahui, Mapolres Dharmasraya dibakar oleh orang tak dikenal yang diduga jaringan teroris Jamaah Ansharul Daulah (JAD) pada Minggu 12 November 2017 dinihari. Akibatnya, seluruh bangunan utama Polres hangus dilahap si jago merah.
Kepolisian pun langsung menembak mati dua orang yang diduga sebagai pelaku pembakaran berinisial EFA (24) dan ES (25) karena menyerang petugas dengan menggunakan anak panah.