KRICOM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membantah pihaknya sudah antikritik atas pengesahan Revisi Undang Undang MPR, DPR, DPD, DPRD (RUU MD3) Nomor 17 tahun 2014.
Pasalnya, pengesahan tersebut memunculkan polemik di beberapa hal, seperti Pasal 122 huruf K yang menyatakan siapapun yang merendahkan anggota dewan bisa ditindak oleh MKD dengan mengambil langkah hukum.
Ketua Badan Legislasi (Baleg), Supratman Andi Agtas menyanggah anggapan yang mengatakan bahwa DPR merupakan sebuah lembaga yang antikritik atau superbody.
"Kami representasi dari rakyat, bagaimana mungkin mau antikritik. Padahal kerjaan kami mengkritik dan memberi pengawasan kepada pemerintah. DPR harus dikritik supaya dia lebih dewasa," kata Supratman di Gedung DPR/ MPR, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (13/2/2018).
Supratman mengatakan, DPR bisa dikritik sejauh hal itu untuk menyoroti kinerja DPR. Seperti jika DPR dianggap tidak melaksanakan fungsi legislasinya secara benar maupun produktivitasnya rendah.
Hal itu tidak akan menjadi masalah jika faktanya diketahui seperti itu. Namun jika DPR disamakan dengan hewan atau semacamnya, hal itulah yang tidak boleh.
Selain itu, tentang batasan-batasan lain, menurutnya, masih akan dijabarkan dalam tata tertib yang akan segera dibahas di dalam Baleg dalam waktu dekat ini.
"Ini sudah berkembang di dalam pembahasan Panja KUHP sekarang ada yang namanya nanti contempt of parlemen, penghinaan terhadap parlemen," ujarnya.
Supratman menambahkan, untuk teknisnya, nantinya Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akan menjadi lembaga yang melaporkan ke luar. Sehingga pelaporan tidak dilakukan orang perorang.
"MKD itu kan fungsinya menjaga kehormatan etika anggota DPR. Ini berkaitan dengan pelaporan ke luar. MKD akan mewakili lembaga DPR untuk melaporkan ke pihak kepolisian. Jadi itu beda, kalau MKD dalam posisi sebagai lembaga yang mejaga martabat anggota," jelas politikus Partai Gerindra tersebut.