KRICOM - Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat, seorang pengacara berhak mendapat perlindungan saat menjalani profesinya sebagai bentuk penghargaan dari profesi mulia (Officium Nobile).
Kendati demikian, saat ini, perlindungan itu cenderung disalahgunakan dan dimanipulasi oknum tertentu untuk menguntungkan dirinya sendiri maupun kliennya.
Pengurus DPN Peradi Rumah Bersama Advokat, Azas Tigor Nainggolan miris dengan kondisi tersebut. Pasalnya, banyak advokat menghalalkan segala cara untuk memenangkan kepentingan kliennya. Bahkan, beberapa di antaranya hingga 'melacurkan' dirinya dan menghancurkan tugas mulia profesi.
"Tidak jarang kita temui dan ketahui advokat yang koruptif, membayar aparat hukum, menutupi kebenaran dan memperalat hukum semata untuk menang, membela klien yang membayarnya. Sudah banyak advokat yang ditangkap karena perbuatan kotor dan tidak mulia itu," terangnya pada Kricom.id, Minggu (14/1/2018).
Seperti baru-baru ini, publik dipertontonkan dengan tindakan tercela yang dilakukan salah satu advokat, yakni mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi.
Kata Azis, seyogyanya UU Advokat itu melindungi para advokat dalam menegakan kebenaran bukan untuk menipu kebenaran. Para advokat pun wajib dilindungi saat berprofesi membela kebenaran.
"Tapi wajib dijebloskan serta dimiskinkan karena membunuh kebenaran serta mengubur keadilan atas nama uang," tegasnya.
Selain itu, kondisi koruptif para advokat ini menandakan sistem hukum di Indonesia masih bobrok. Kotornya perilaku para advokat ini menunjukan organisasi profesi advokat belum tegas.
"Untuk memperbaikinya dibutuhkan ketegasan dan kemandirian organisasi profesi advokat dalam menegakan profesi advokat sebagai profesi mulia," tandasnya.