KRIMINALITAS.COM, Jakarta - Tentara Nasional Indonesia (TNI) menegaskan menjunjung tinggi transparansi dalam pengusutan kasus korupsi pengadaan pesawat Helikopter AW-101 TNI AU tahun anggaran 2016. Transparansi
Hal tersebut disampaikan Komandan POM TNI Mayjen Dodik Wijanarko didampingi Kapuspen TNI Mayjen Wuryanto saat Jumpa Pers dengan media massa, bertempat di The Stone Hotel, Jl. Raya Pantai Kuta, Banjar Legian Kelod, Bali, Jumat (4/7/2017).
Seluruh aparatur pengawasan dan penegakan hukum di lingkungan TNI berkomitmen untuk melakukan proses hukum terhadap berbagai dugaan penyimpangan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara, tegas Mayjen Dodik.
Mayjen Dodik menyampaikan, POM TNI saat ini telah menetapkan tersangka baru dalam kasus ini yakni Marsda TNI SB. Dengan demikian sampai hari ini POM TNI telah menetapkan lima orang tersangka dari oknum TNI dalam kasus pengadaan helikotper AW-101.
Dalam pemeriksaan terhadap para saksi, tersangka menyatakan akan bertanggung jawab atas pengadaan yang dikategorikan abnormal dan atau tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, ujarnya.
Barang bukti uang yang diamankan atau disita melalui pemblokiran rekening BRI a.n Diratama Jaya Mandiri selaku penyedia barang sebesar Rp 139 miliar lebih. Demikian juga penyidik POM TNI telah melakukan penyitaan uang sebesar Rp 7,33 miliar dari Letkol Adm W.W. selaku pejabat pemegang kas yang telah ditetapkan sebagai tersangka, sambungnya.
Dia mengatakan atas perbuatannya, tersangka diancam dengan hukuman pidana penjara paling rendah 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Penetapan tersangka ini masih bersifat sementara, karena penyidik POM TNI masih terus melakukan berbagai upaya agar perkara ini dapat diselesaikan secara tuntas, transparan, profesional dan proporsional, sehingga dapat mewujudkan rasa keadilan bagi semua, tutup Komandan POM TNI.
Sebelumnya, POM TNI menetapkan empat perwira sebagai tersangka.
Mereka adalah, Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) TNI AU, Kolonel Kal FTS SE; Marsma TNI FA selaku pejabat pembuat komitmen (PPK); Letkol. Adm TNI WW selaku pemegang kas, serta Pembantu Letnan Dua (Pelda) SS yang menyalurkan dana pada pihak tertentu.
Dari hasil penyelidikan POM TNI, diduga terjadi penyimpangan yang dilakukan para pejabat yang ditunjuk dalam proses pengadaan. Hasil perhitungan sementara ditemukan kerugian negara sekitar Rp 224 miliar dari nilai proyek Rp 738 miliar.