KRICOM - Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa pekerja dalam satu perusahaan boleh menikah. Keputusan ini membatalkan pembatasan yang termuat dalam Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Permohonan uji materi ke MK ini diajukan oleh Jhoni Boetja dan tujuh rekannya, sebagai perwakilan dari Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Cabang Serikat Pekerja PLN, yang merasa dirugikan dengan ketentuan a quo.
Menurut Ketua MK, Arief Hidayat, pembatasan yang termuat dalam ketentuan a quo dinilai melanggar hak orang lain.
"Karena tidak ada hak atau kebebasan orang lain yang terganggu oleh adanya pertalian darah atau ikatan perkawinan sebagaimana dimaksud ketentuan a quo," kata Arief di Jakarta, Kamis (14/12/2017).
Terkait dengan tujuan ketentuan a quo yang dikatakan untuk mencegah hal-hal negatif yang terjadi di lingkungan perusahaan, Arief berpendapat bahwa alasan demikian tidak memenuhi syarat pembatasan konstitusional sebagaimana tertuang dalam Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945.
"Potensi timbulnya konflik kepentingan dalam mengambil satu keputusan internal perusahaan, dapat dicegah dengan merumuskan peraturan perusahaan yang ketat sehingga memungkinkan terbangunnya integritas pekerja yang tinggi," ujarnya.
Dengan adanya putusan MK tersebut, sebuah perusahaan tidak bisa menetapkan aturan yang melarang karyawannya menikah dengan rekan kerja satu kantor.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa pertalian darah atau perkawinan adalah takdir, hal yang tak dapat dielakkan. Selain itu, dengan adanya perkawinan, tidak ada hak orang lain yang terganggu.
MK juga menyatakan, perusahaan yang mensyaratkan pekerja atau buruh tidak boleh mempunyai pertalian darah atau perkawinan dengan pekerja lain dalam satu perusahaan dan menjadikan hal itu sebagai alasan pemutusan hubungan kerja tidak sejalan dengan norma Pasal 28 D Ayat (2) UUD 1945 serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut, permohonan para pemohon beralasan menurut hukum," kata Arief.