KRICOM - Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur memandang RKUHP yang kini tengah digodok di DPR telah mengancam kebebasan pers.
Menurut dia, banyak pasal karet terutama soal soal pidana penyiaran berita.
"RKUHP memuat banyak pasal karet dan tak jelas yang mendorong praktik kriminalisasi, termasuk intervensi terhadap ruang privat warga," ujarnya kepada Kricom.id, Rabu (14/2/2018).
"RKUHP juga akan memberikan kewenangan pada aparat penegak hukum dan pemerintah daerah untuk melakukan kriminalisasi terhadap pelanggaran hukum yang hidup dalam masyarakat tanpa indikator dan batasan yang jelas dan ketat," tambahnya.
Lebih lanjut, kata Isnur, RKUHP juga memiliki banyak pasal-pasal multitafsir dan tak jelas seperti pidana penghinaan presiden dan lembaga negara, kriminalisasi hubungan privat, dan lain sebagainya yang pada dasarnya dapat memenjarakan siapa saja.
"Sehingga kalau tulisan tersebut dianggap menghina Presiden bisa langsung ditarik atau di UU MD3, jika dianggap merendahkan DPR atau anggota DPR ya bisa diproses," jelasnya.
Seperti diketahui, kebebasan pers mulai dibelenggu dengan adanya Pasal 285 draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) 5 Februari 2018. Dalam pasal itu tertulis jurnalis yang menulis berita bohong bisa di penjara maksimal empat tahun.
Sementara pasal 305 huruf d mengancam pidana dengan klausul menghina persidangan (contempt of court) jika mempublikasikan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi hakim dalam persidangan. Hal ini berlaku jika berita yang dibuat merupakan rahasia negara, maka dikenai pidana penjara 2 tahun.