KRICOM - Kuasa Hukum Setya Novanto, Firman Wijaya angkat bicara soal kasus yang membelit mantan rekan satu timnya, Fredrich Yunadi.
Menurutnya, kasus dugaan perintangan yang menjerat Fredrich seharusnya ditangani aparat kepolisian. Sebab pelanggaran tersebut bukanlah tindak pidana korupsi yang harus ditangani KPK.
"Meskipun dalam pasal 21 itu pada bab berhubungan dengan perkara korupsi, obstruction of justice. Tapi ini bukanlah perkara korupsi, seharusnya ditangani polisi," kata Firman di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (15/1/2018).
Selain itu, jika Fredrich benar melakukan pelanggaran, dia seharusnya diadili dengan kode etik profesinya, yakni yang bersangkutan dengan undang-undang advokat.
"Saya dalam beberapa kesempatan menyampaikan bahwa seharusnya jika betul ini (pelanggaran) dilakukan pak Fredrich, silakan diadili dulu dengan kode etik," ujarnya.
Lembaga anti rasuah justru dinilai menimbulkan kegaduhan lantaran menangani kasus Fredrich.
Bahkan, kata Firman, KPK nantinya justru merasa 'nyaman' dan terbiasa melakukan tindakan serupa pada advokat yang membela kliennya.
"Bisa saja ini terjadi sama semua advokat. Bagaimana pun juga advokat itu punya rambu-rambu dan kode etik. Jadi ketika melanggar kode etik bisa saja melanggar hukum," pungkas Firman.
Fredrich dituduh merintangi penyidikan saat menangani kasus e-KTP yang menjerat Setya Novanto. Dia diduga telah membooking satu lantai di RS Sakit Permata Hijau, sebelum mantan Ketua DPR itu mengalami kecelakaan.
Dia diduga bekerja sama dengan Dokter Bimanesh Sutarjo untuk memalsukan rekam medis agar Setya Novanto dirawat inap di Rumah Sakit Medika Permata Hijau.
Akibat perbuatannya, mereka disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.