KRICOM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat gabungan di kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2018). Rapat ini, dihadiri berbagai pejabat dari kalangan eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Untuk legislatif, rapat gabungan dihadiri Pelaksana Tugas Ketua DPR, Fadli Zon, Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, anggota Komisi II dan Komisi II DPR RI. Untuk eksekutif, hadir Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Ketua KPU Arief Budiman, dan Ketua Bawaslu Abhan.
Sedangkan dari kalangan yudikatif, datang ke rapat gabungan, Kapolri Jenderal Muhammad Tito Karnavian, Ketua KPK Agus Rahardjo, dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad
Sedianya rapat ini membahas soal kesiapan penyelenggaraan dan pengamanan, menyambut Pilkada serentak 2018 di 171 daerah di Indonesia.
Rapat ini juga membahas tentang potensi money politik dalam Pilkada serentak 2018. Seperti paparan yang diungkapkan Tito dalam rapat gabungan.
"Kami melihat terjadinya money politik cukup luas. Kami menciptakan Pilkada langsung menjadi Pilkada demokrasi biaya tinggi," kata Tito.
Menurut Tito, sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk menjadi seorang bupati, gubernur di daerah, memerlukan biaya besar. Setidaknya uang Rp 30 miliar disiapkan untuk kontestasi itu.
"Kalau enggak punya uang Rp 30 miliar, enggak berani. Karena harus bayar. Entah bayar partai atau masyarakat. Demografi masyarakat banyak low class, kebanyakan tidak melihat program calon," terang Tito.
Disisi lain, Mendagri, Tjahjo Kumolo tidak tutup mata dengan adanya potensi money politik di Pilkada serentak 2018. Karena itu, semua pihak harus melawan praktik kotor tersebut.
"Mari kampanye calon kepala daerah konsep dan adu gagasan program," ungkap dia.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI, Ace Hasan Syadzily mengapresiasi langkah penegak hukum mengantisipasi money politik di Pilkada serentak 2018. Pasalnya sekarang sudah dibentuk Satgas Anti Money Politics guna mengantisipasi kecurangan politik uang.
"Satgas ini pada prinsipnya kami dukung sebagai upaya menciptakan dan menjaga kualitas pilkada. Pertanyaan sebarapa efektif? Bagaimana pelaksanaan teknis? Saya kira perlu ada satu pendekatan lebih teknis atas lembaga atau satgas anti money politik," tutur Ace.