KRICOM - Mantan Kepala Badan Perbankan Penyehatan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung kembali diperiksa terkait kasus dugaan suap penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Ia mengaku telah menyerahkan hak tagih kepada Boediono selaku Menteri Keuangan saat itu.
Hal itu dikatakannya usai diperiksa KPK selama hampir tujuh jam. Dia menyebut urusan dengan BPPN sudah usai ketika hak tagih Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) diserahkannya kepada Boediono.
"Semua sudah saya sampaikan dan hak tagih ada di sini. Kalau mau diperlihatkan juga boleh. Saya sudah serahkan hak tagih Rp 4,8 triliun kepada Menteri Keuangan Pak Boediono pada tahun 2004," kata Syafruddin di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (4/1/2018).
Dengan demikian, Syafruddin menganggap keterkaitannya dalam kasus tersebut sudah usai. Pasalnya, menurut dia, yang melakukan penjualan aset BDNI ialah Menteri Keuangan tahun 2007 yang saat itu dijabat oleh Sri Mulyani.
"Kemudian oleh Menteri Keuangan 2007 (aset) dijual jadi Rp 220 miliar. Jadi ya silakan saja (diusut). Sudah selesai kok urusan saya," imbuhnya.
Boediono sebelumnya juga sempat digarap KPK. Namun, dia mengaku hanya diperiksa terkait masa jabatannya saat menjadi Menkeu di era Megawati.
Syafruddin sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 25 April 2017. Ia pertama kali diperiksa oleh KPK pada 5 September 2017.
Dia dijadikan tersangka karena dinilai menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana jabatannya yang dapat merugikan keuangan negara.
Syafruddin juga dianggap telah menerbitkan surat keterangan lunas kepada Sjamsul Nursalim, pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang seharusnya masih memiliki kewajiban pembayaran kepada negara.