KRIMINALITAS.COM, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengungkap kejanggalan vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepada Yusman Telaumbanua di Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Nias pada 2012 lalu.
"Dalam kasus Yusman, jelas sekali prinsip-prinsip hukum tidak berjalan dengan baik sehingga dengan sangat mudah penyidik sampai dengan hakim memutuskan bahwa Yusman patut mendapatkan hukuman mati. Padahal kami menemukan sejumlah fakta bahwa yang bersangkutan adalah anak di bawah umur," ujar Koordinator KontraS, Yati Andriyani saat diskusi publik di Tjikini Resto, Jakarta Pusat pada Minggu (26/2/2017).
Yati mengatakan, proses hukum yang dijalani Yusman penuh dengan pembuktian yang tidak valid dan dipenuhi upaya penyiksaan.
"Penyiksaan yang ia (Yusman) terima saat proses pemeriksaan memaksanya untuk mengakui bahwa dia sudah berusia dewasa. Padahal sesuai prosedur tidak ada dokumen yang membuktikan bahwa Yusman usianya sudah dewasa. Tapi karena penyidik hanya ingin cepat dan mudah, maka dengan asumsi-asumsi dibangunlah Yusman sudah berusia dewasa dan bisa dijatuhi hukuman mati," papar Yati.
Selain itu, Yati juga menceritakan bahwa pengacara yang ditunjuk oleh penyidik untuk Yusman justru yang mengajukan agar Yusman dijatuhi hukuman mati.
"Justru pengacaranya (Yusman) sendiri yang mengajukan agar Yusman dijatuhi hukuman mati. Pengacara yang harusnya mengusahakan kliennya diberikan hukuman seringan mungkin justru melakukan hal tersebut. Padahal Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya hukuman seumur hidup," imbuhnya.
Kejanggalan-kejanggalan di atas kemudian menjadi dasar utama Kontras sebagai lembaga advokasi memberikan bantuan kepada Yusman untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung.
Walhasil, MA mengabulkan PK Yusman dan membatalkan hukuman mati atas alasan bahwa usia Yusman belum mencukupi untuk dijatuhkan hukuman paling berat yang masih berlaku di Indonesia itu.