KRIMINALITAS.COM, Jakarta - Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyani meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan hukuman mati di Indonesia.
Pemikiran tersebut ia dapatkan lantaran pihaknya masih banyak menemukan kesalahan dalam praktik pemberian hukuman mati tersebut.
"Kami menemukan masih banyak terjadi persoalan dalam sistem pemidanaan kita. Nah bagaimana bisa misalkan dalam sistem pidana kita yang rapuh, yang tidak kokoh dan masih sangat rentan terhadap persoalan-persoalan independensi dan profesionalisme tetapi sangat berani memutuskan hukuman mati?" imbuh Yati.
Yati menilai, Indonesia masih memiliki persoalan-persoalan krusial terkait pemberian bantuan hukum, khususnya bagi masyarakat miskin dan tidak melek hukum.
"Seringkali pengacara atau pihak pemberi bantuan hukum ditunjuk oleh polisi hanya untuk formalitas tetapi tidak pernah diperhatikan kapasitas dan knowledge dari si pengacara," ujar Yati.
Yati menambahkan, penyiksaan yang masih kerap dilakukan oleh penyidik agar tersangka mengakui kesalahan yang belum tentu ia lakukan juga dapat menjadi dasar yang kuat untuk pemerintah mempertimbangkan kebijakan tersebut.
"Sistem pemidanaan kita belum mampu mengoreksi hasil penyelidikan yang dibuat karena hasil rekayasa atau dibuat karena penyiksaan. Karena penyidik, penuntut atau bahkan hakim seringkali hanya menerima secara formal dan mentah-mentah fakta yang didapat dari proses penyidikan," imbuhnya.
Yati berharap, pemerintah dapat menjadikan kasus pembatalan vonis hukuman mati Yusman Telaumbanua sebagai kajian dalam kebijakan hukuman mati di Indonesia. "Harusnya dikabulkannya PK Yusman jadi koreksi cermin bagi pemerintah jangan ambisius untuk menerapkan hukuman mati krn sistem pidana kita masih sangat rentan," lanjutnya.
Seperti diketahui, vonis mati terpidana kasus pembunuhan berencana Yusman Telaumbanua dibatalkan oleh Mahkamah Agung setelah diajukannya Peninjauan Kembali (PK). Vonis tersebut dibatalkan lantaran usia Yusman saat peristiwa terjadi belum mencapai usia dewasa atau diatas 17 tahun. Sedangkan hukum di Indonesia mengatur bahwa anak yang berusia dibawah 17 tahun pada saat perkara terjadi tidak boleh dijatuhi hukuman mati.