KRICOM - Polisi diminta untuk objektif dalam meneliti kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pasalnya, menurut Pengamat Politik Ray Rangkuti, SBY ini sama saja warga biasa.
"Laporan ya silakan saja. Tapi yang saya mau katakan, polisi bisa lebih bijak dan objektif. Dasarnya sederhana, apakah si pengacara bicara tanpa dasar dan tanpa bukti," kata Ray Rangkuti di Jakarta, Rabu (7/2/2018).
Direktur Lingkar Madani Indonesia ini yakin jika statemen kuasa hukum Setya Novanto, Firman Wijaya terkait SBY, sudah melalui pertimbangan yang matang.
"Beliau hanya menyatakan yang terungkap baik di persidangan atau mungkin di pengadilan, artinya itu bukan sesuatu yang dibuat-buat. Kecuali itu kabar bohong karena itu jelas fitnah, kalau dia cuma menyatakan sesuatu yang disebutkan di pengadilan menurut saya tidak ada unsur pidananya," imbuhnya.
Sekadar informasi, SBY langsung menyambangi Bareskrim Polri ketika namanya diseret di pusaran kasus korupsi e-KTP. Laporan tersebut diterima dengan nomor LP/187/II/2018/Bareskrim, tertanggal 6 Februari 2016 dengan terlapor Firman Wijaya. Pasal yang dituduhkan adalah Pasal 310 dan 311 KUHP tentang fitnah dan pencemaran nama baik.
Laporan ini berawal ketika sidang lanjutan kasus dugaan korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto (Setnov) digelar pada Kamis (25/2/2018). Saat itu, nama SBY disebut oleh saksi persidangan, yakni Mantan Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Mirwan Amir.
Mirwan menyebut jika ada perintah dari SBY agar terus melanjutkan proyek e-KTP lantaran saat itu sedang berlangsung Pilkada 2009. Padahal saat itu proyek e-KTP sudah mulai terlihat bermasalah.
Namun, pernyataan Amir di persidangan diasumsikan lain oleh kuasa hukum Setnov, Firman Wijaya. Firman mengarahkan opini publik bahwa yang menjadi aktor utama dari kasus e-KTP ialah pemenang pemilu 2009, yakni Susilo Bambang Yudhoyono.