KRICOM - Demi menjaga marwah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga DPR RI, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, meminta KPK segera menetapkan kembali status tersangka kepada Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus e-KTP.
Bahkan, dia mendesak KPK segera menahan pria yang karib disapa Setnov itu. Jika KPK belum mau menahan Setnov, Petrus meminta lembaga antirasuah menggunakan wewenangnya untuk menghentikan Setnov dari jabatannya sebagai Ketua DPR.
Hal itu mengacu pada ketentuan Pasal 12 ayat (1) huruf e UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"KPK bisa meminta lembaga DPR untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya," kata Petrus melalui siaran persnya yang diterima Kricom.id, Rabu (1/11/2017).
Pasalnya, ujar Petrus, dengan jabatan sebagai Ketua DPR RI membuat Setnov sering mangkir dari panggilan KPK dalam penyidikan dan penuntutan kasus dugaan korupsi e-KTP.
Prinsip pemeriksaan KPK, baik penyelidikan, penyidikan, maupun penuntutan adalah harus mendahulukan penanganan perkara korupsi dari perkara yang lain. Hal itu sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 25 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Petrus menganggap hal itu mengandung konsekuensi bahwa baik KPK maupun Setnov harus sama-sama menyadari dan mendahulukan menyelesaikan pertanggungjawaban pidananya dalam perkara dugaan korupsi e-KTP.
"Artinya tugas-tugas negara termasuk dalam kedudukan Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI-pun tunduk pada prinsip ini tanpa kecuali," papar Petrus.
Karenanya, Petrus menyebut jika Setnov masih tetap mangkir dengan berbagai alasan, maka selain dianggap telah melanggar prinsip-prinsip dalam tugas KPK, lembaga antirasuah juga dapat melakukan upaya paksa kepada Setnov.
"KPK tidak boleh memupuk perasaan atau sikap 'tidak enakan' terhadap pihak yang sering menyalahgunakan jabatan negara yang disandang, termasuk untuk mangkir dari panggilan KPK, baik dalam kapasitas sebagai saksi maupun dalam kapasitas sebagai tersangka," tegas Petrus.