KRICOM - Keputusan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang mengusung Djarot Saiful Hidayat sebagai Cagub Sumatera Utara menuai kritikan. Salah satunya pertimbangan banyaknya suku Jawa di provinsi di bagian utara Sumatera itu.
Menurut aktivis Natalius Pigai, cara pandang politik Megawati ini ternyata menabrak pakem politik kebangsaan yang berlandaskan pada Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika yang selama ini justru PDIP menyatakan diri sebagai simbol pluralitas dan pengawal Pancasila.
"Ternyata cara eksklusifisme yang naif dan cenderung rendahan hanya karena mempertimbangkan suku Jawa lantas menempatkan Djarot Saiful Hidayat yang bukan siapa-siapa di Sumatera Utara sebagai calon gubernur. Berarti Ibu Megawati menghancurkan dan membahayakan bagi politik kebangsaan Indonesia," kata Natalius dalam keterangan persnya kepada wartawan, Minggu (7/1/2018).
Natalius mempertanyakan, apakah Megawati sadar dan mengerti kalau orang Batak Tapanuli puluhan tahun paceklik menjadi Gubernur di Sumatera Utara, di kampung halamannya sendiri? Termasuk apakah Megawati tahu bahwa Edy Rahmayadi itu Orang Jawa yang asli Sumatera utara?
"Sikap dan karakter seperti itu ternyata bisa diduga Megawati tidak pernah melibatkan putra daerah Sumatera utara yang ada di PDIP dalam pengambilan politik," ungkap mantan komisioner Komnas HAM ini.
Natalius mengatakan, tidak sedikit kader-kader terbaik PDIP adalah putra daerah Batak dari Sumatera Utara sepertu Maruarar Sirait, Efendi Simbolon, Sukur Nababan dan lain sebagainya. Jika dibandingkan partai lain, ternyata PDIP nyaris tidak pernah mendorong kader dari Tapanuli Utara untuk menjadi gubernur, kecuali Rudolf Pardede itupun wakil gubernur.
"Ternyata cara pandang politik kebangsaan Megawati jauh berbeda dengan partai Demokrat yang lebih aspiratif dan meritokratif," ujar dia.
Komposisi penduduk di Sumatera Utara sebenarnya masih didominasi oleh suku bangsa Batak yang terdiri dari 5 sub suku yaitu: Batak Tapanuli, Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing dan Batak Simalungun. Namun mereka memilik ikatan primordialisme yang kuat sebagai suku Batak yang mengesampingkan agama dan pandangan politik.
"Cara pandang nasionalisme etnik Batak (Etno nasionalism) ini diikatkan oleh cara pandang budaya, leluhur dan kelestarian genealogis dan budaya yang sama sehingga integrasi sosial mereka terjalin rapi dan sangat kuat," kata Natalius.
Dalam perspektif di atas sebenarnya menjadi modal yang kuat bagi PDIP untuk mendorong seorang figur dari putra Batak menjadi nomor satu untuk dipasangkan dengan orang Melayu atau Jawa.
"Dengan keputusan Megawati tersebut ternyata bahwa PDIP minim diskusi dan wacana intelektual untuk meningkatkan bobot dan keakuratan untuk mengelola bangsa dan negara secara profesional, moderen dan terpercaya," tutup Natalius yang pernah berkunjung ke seluruh daerah di Indonesia untuk mengetahui budaya bangsa ini.
PDI Perjuangan resmi mengusung Djarot Saiful Hidayat sebagai calon gubernur Sumatera Utara. Djarot dipasangkan dengan Sihar Sitorus sebagai calon wakil gubernur Sumatera Utara.
Menurut Mega, pemilihan Djarot sebagai calon gubernur Sumatera Utara mendapat respons positif dari berbagai pihak. Mega merasa Djarot cukup berprestasi, khususnya setelah memimpin DKI Jakarta.
Sementara itu, Sihar dinilai cukup memiliki kapabilitas sebagai calon wakil gubernur. Dia merupakan pemilik gelar doktor dari Manchester Bussiness School.
(Kanugrahan)