KRICOM - Sejumlah Perwira tinggi TNI dan Polri yang akan bersaing di ajang Pilkada Serentak 2018 belum tentu menang. Pasalnya, sosok mereka dinilai kurang dikenal di kalangan masyarakat.
Pengamat Politik Maksimus Ramses Lalongkoe mengatakan, para calon kepala daerah yang berlatar belakang militer ini memang 'tak segeseit' calon-calon lain dari politikus. Apalagi untuk urusan menarik hati masyarakat.
"Sebelumnya mereka kan pernah bertugas di militer. Mereka tak pernah berkomunikasi politik dengan masyarakat dibanding calon lain yang sudah bekerja lama," kata Ramses kepada Kricom di Jakarta, Kamis (11/1/2018).
Ramses melanjutkan, selama ini sosok-sosok militer dan Polri juga jauh dari kepentingan politik praktis.
"Kita tahu politik di Indonesia dinamis saat pesta demokrasi. Bahkan calon yang tak pernah menang bisa menang. Mereka (militer dan polisi) harus memberikan solusi yang baik dibanding dengan calon lainnya ya," ungkapnya.
Kendati demikian, Pengamat dari Universitas Mercu Buana ini menilai masih ada kesempatan bagi calon dari TNI dan Polri untuk mendulang suara.
"Semua calon baik sipil maupun militer mempunyai peluang yang sama di mata masyarakat. Tinggal bagaimana kinjera dan kampanye mereka agar bisa mendulang suara di maayarakat. Saya kira masih banyak masyarakat kita ini yang memilih pemimpin berdasarkan kemampuan dan visi misi dari calon itu," ujarnya.
"Seperti pak Edi Rahmayadi (Bacagub Sumatera Utara), ia harus memberikan program yang unik, yang berbeda dengan calon yang lain sehingga dia mendapatkan tempat di masyarakat," tambahnya.
Selain itu, faktor citra baik dari aparat negara juga bisa menjadi nilai plus bagi mereka.
"Ketakutan terhadap sosok militer setelah reformasi sudah tak ada karena sekarang era keterbukaan. Era reformasi dari TNI Polri juga sudah berjalan baik," tutup Ramses.
Hingga kini, ada sekitar lima jenderal aktif yang mengikuti Pilkada, antara lain Letjen Edi Rahmayadi, Brigjen TNI Edi Nasution, Irjen Anton Charliyan, Irjen Murad Ismail, dan Irjen Safarudin.