KRICOM - Gugatan Ketua DPR RI, Setya Novanto terhadap Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI atas pencekalan dirinya ke luar negeri tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang bisa digugat.
Hal tersebut dilontarkan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus melalui keterangan tertulisnya yang diterima kricom.id.
Sebab, surat pencekalan itu dikeluarkan atas dasar perintah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi e-KTP yang berdasarkan UU Tipikor, KUHAP, dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya yang bersifat hukum pidana.
"Sehingga dengan demikian tidak dapat digugat atau tidak dapat dijadikan sebagai objek gugatan ke PTUN," kata Petrus, Senin (23/10/2017).
Oleh karena itu, dia meminta Ketua Mahkamah Agung RI, Hatta Ali serta Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung RI untuk mengawasi hakim-hakim pada semua tingkatan agar berhati-hati dalam menggunakan asas Kebebasan Hakim.
"Serta harus tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip hukum dan penegakan hukum di Indonesia," pintanya.
Pengawasan tersebut dinilai penting. Pasalnya, ia menuding masih ada hakim yang bisa membuat keputusan di luar nalar rasional seperti halnya dalam praperadilan Setnov.
"Jangan hanya karena demi melindungi kepentingan seseorang, lantas prinsip hukum dan rasa keadilan publik harus dikorbankan dengan menciptakan pertimbangan hukum dan amar putusan yang kontroversial dan tidak berpihak pada rasa keadilan publik," ujar Petrus.
Dalam laman resmi PTUN Jakarta, Ketua DPR Setya Novanto resmi mengajukan gugatan nomor perkara 219/G/2017/PTUN.JKT dengan pihak tergugat Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Berdasarkan detail perkara yang tertuang dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta di laman http://sipp.ptun-jakarta.go.id, ada empat pokok perkara yang digugat Setnov.
Keempat gugatan yakni mengabulkan gugatan penggugat (Setnov) seluruhnya, menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara Nomor: IMI.5.GR.02.05-3.0656 tanggal 2 Oktober 2017 perihal Pencegahan ke Luar Negeri dan Penarikan Sementara Paspor RI atas nama Setya Novanto (Objek Sengketa).
Kemudian memerintahkan kepada tergugat (Dirjen Imigrasi) untuk mencabut Surat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara Nomor: IMI.5.GR.02.05-3.0656 tanggal 2 Oktober 2017 perihal Pencegahan ke Luar Negeri dan Penarikan Sementara Paspor RI atas nama Setya Novanto serta menghukum tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam sengketa tersebut.
Di sisi lain, KPK mengaku telah mendengar adanya gugatan yang dilayangkan Setnov. Meski gugatan tersebut dilayangkan kepada Dirjen Imigrasi, KPK akan tetap berkoordinasi. Sebab, pencekalan yang dilakukan Dirjen Imigrasi kepada orang nomor satu di DPR ini atas permintaan lembaga antirasuah.
Sikap Setnov yang menggugat Dirjen Imigrasi merupakan buntut dari perpanjangan pencegahan Setnov ke luar negeri yang resmi ditambah hingga April 2018 mendatang meski tak lagi berstatus sebagai tersangka. Hal itu dilakukan lantaran KPK masih membutuhkan keterangan Setnov sebagai saksi dalam korupsi e-KTP yang sempat menyeretnya sebagai tersangka.