KRICOM - Indonesia Corruption Watch (ICW) khawatir rencana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang membentuk Komite Pencegahan Korupsi (KPK) DKI Jakarta seperti 'macan ompong'. Apalagi, banyak yang mengatakan, mereka tak memiliki kewenangan layaknya lembaga antirasuah.
Koordinator ICW Adnan Topan Husodo menyebut, 'KPK DKI' harus membuat target dan kinerja yang terukur. Pencapaian itu nantinya akan jadi dasar penilaian publik terhadap efektivitasnya.
"Pertama, reformasi birokrasi. Bagaimana kelanjutannya, apakah ada hal baru yang ditawarkan dari yang sudah dikerjakan gubernur sebelumnya karena bagaimana pun mesinnya di situ," ujar Adnan kepada wartawan di Jakarta, Jumat (5/1/2018).
'KPK DKI' pun diminta memperhatikan e-budgeting. Adnan mengatakan, pelaksanaan e-budgeting yang transparan sudah dilakukan sejak era pemerintahan sebelumnya.
"Tugasnya adalah memastikan warga aktif terlibat dalam perencanaan dan agenda pembangunan DKI. Terlebih, DKI sebagai ibu kota sedang gencar-gencarnya membangun," ucap Adnan.
Selain itu, ia menilai, 'KPK DKI' juga harus memperhatikan pendapatan daerah. Ia mengatakan, adanya kebocoran pendapatan disebabkan permainan antara Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI dengan wajib pajak.
"Mereka juga mengawasi perizinan. Seperti reklamasi Teluk Jakarta yang hingga kini masih dipertanyakan prosesnya," imbuhnya.
"Reklamasi itu kan juga jadi wewenang Pemprov yang debatable, yang dulu diskresi kepala daerahnya sangat besar. Itu yang perlu diantisipasi," tambah Adnan.
Adnan menyebut ada kemungkinan kolusi di tubuh Pemprov DKI yang baru berganti kepemimpinan. Akses bekas tim pemenangan terhadap sumber daya di Pemprov DKI juga perlu diperhatikan.
Terkait anggaran daerah yang cukup besar bagi mereka, Adnan menilai, ini harus dibarengi dengan kerja keras 'KPK DKI'.
"Kalau memang nanti dalam kerjanya bisa menyelamatkan triliunan uang daerah, tentu gaji puluhan juta menjadi kecil artinya," ujarnya.
Diketahui, 'KPK DKI' dipimpin mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto. Anggotanya, aktivis LSM HAM Nursyahbani Katjasungkana, mantan Wakapolri Komjen Oegroseno, peneliti ahli tata pemerintahan Tatak Ujiyati, dan mantan Ketua TGUPP pada pemerintahan sebelumnya Muhammad Yusuf.