KRICOM - Penunjukkan Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Marsekal Hadi Tjahjanto menjadi Panglima TNI menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo tidak lepas dari upaya pertaruhan politik. Satu di antaranya terkait kemampuan Hadi untuk dekat ke kalangan muslim.
Peneliti Renaissance Political Research and Studies (RePORT), Ibnun Hasan Mahfud menyebut, selama memimpin TNI, Gatot dikenal sangat dekat dengan kalangan muslim.
Hal itulah yang membuat Gatot acapkali mampu meredam gejolak kalangan muslim terhadap pemerintahan era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kemampuan Hadi Tjahjanto dalam meneruskan apa yang telah dicapai Gatot, misalnya sama soal kedekatan dengan umat Islam. Hal ini penting di tengah naiknya kesadaran politik masyarakat mayoritas di Indonesia ini," terang dia dalam pesan singkatnya, Selasa (5/12/2017).
Selain menjaga gejolak, lanjut dia, kedekatan Panglima TNI dengan kalangan muslim dalam jangka panjang juga berpotensi menguntungkan Jokowi dalam aspek politik.
Setidaknya dalam konteks Pemilihan Presiden 2019, Jokowi tentu diuntungkan dengan kedekatan Panglima TNI dengan kalangan muslim.
"Dalam konteks pemilu 2019 Jokowi pun berkepentingan menjaga kedekatan yang telah mampu dicapai oleh Gatot ini sehingga di sinilah pertaruhan itu yang saya maksudkan," ungkapnya.
Dia menerangkan, jika Hadi mampu meneruskan capaian Gatot, maka Jokowi bakal meraup suara besar dari kalangan muslim dalam Pilpres 2019. Sebaliknya, jika Hadi gagal meneruskan capaian Gatot, maka Jokowi bakal menemui kesulitan dalam arena Pilpres 2019.
"Karena apabila hubungan kedekatan ini tidak mampu terjaga tentu akan menjadi bumerang dengan munculnya lawan-lawan baru bagi Jokowi dalam Pilpres yang akan datang," ucap Hasan.
Hanya, kata dia, pemilihan Hadi yang notabene dari Matra Angkatan Udara, mampu menjaga soliditas TNI. Karena Jokowi tidak memandang matra.
"Secara pola Jokowi akan terlihat mampu membangun soliditas di tubuh TNI mengingat calon yang diusulkan berasal dari AU sebab Panglima sebelumnya adalah AD, dengan demikian setiap kesatuan mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi nakhoda di dalam kesatuan ini dan presiden tidak menganakemaskan siapapun dalam konteks," pungkasnya.