KRICOM - Seorang perempuan berinisial THH (42) hanya bisa tertunduk lesu saat diciduk Satreskrim Polres Purbalingga. Dia sudah membawa kabur uang senilai Rp 1,7 miliar dengan dalih bisa memasukkan seseorang menjadi polisi.
Aksi tipu-tipu yang dilakukan pelaku bermula ketika THH mengetahui ada informasi penerimaan anggota kepolisian. Dari situ, dia mencari informasi siapa saja orang yang ingin memasukkan anaknya menjadi anggota polri.
Selain itu, pelaku juga mengincar peserta pendaftaran Polri 2017 yang sudah gugur dalam seleksi. Setidaknya ada delapan korban yang termakan aksi tipu-tipu THH.
"Mereka ditemui pelaku dan dijanjikan dapat mengikuti test lanjutan dan pasti diterima menjadi anggota Polri. Tapi pelaku mengatakan semua itu tidak akan gratis," kata Kapolres Purbalingga, AKBP Nugroho kepada Kricom.id, Rabu (1/11/2017).
Namun hingga batas waktu yang ditentukan, si anak tidak juga lolos jadi perwira polisi. Sadar telah menjadi korban penipuan, ke delapan korban lantas melaporkan insiden tersebut ke Polres Purbalingga.
Ironisnya, satu dari delapan korban tersebut merupakan kekasih THH. Kini pelaku tengah menjalani pemeriksaan di Polres Purbalingga untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Korbannya mulai dari pacar, kerabat dekat hingga orang baru dikenal. THH juga hidupnya pindah-pindah, karena selalu diburu oleh Polres maupun Polda Jateng. Alamat yang ditinggali sekarang adalah rumah keluarga pacar, karena kalau dari alamat di KTP, pelaku tinggal di Bekasi," jelasnya.
Adapun uang sebanyak Rp 1,7 miliar yang telah disikat pelaku kini sudah habis dipakai untuk membeli mobil, sepeda motor, perhiasan serta foya-foya. Tidak menutup kemungkinan, THH juga melakukan aksi serupa di wilayah lain.
Dari tangan tersangka, polisi mengamankan beberapa barang bukti di antaranya uang tunai sebesar Rp 29,3 juta, 1 unit Toyota Harrier, 1 unit Toyota Kijang Innova, 1 unit Toyota Kijang Super, 1 unit motor Kawasaki Ninja, sejumlah perhiasan emas, serta 2 buah ponsel.
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 378 KUHP juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara. Hingga kini, kasusnya dalam penyidikan dan pengembangan petugas.