KRICOM - Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi masyarakat resmi disahkan menjadi undang-undang. Dengan begitu, Pemerintah jadi memiliki wewenang membubarkan sebuah ormas yang mengancam NKRI dan bertentangan dengan Pancasila.
Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto kecewa mendengar keputusan tersebut. Dia menilai pengesahan itu mengabaikan semua argumen rasional, baik secara formil maupu materiil terkait alasan terbitnya Perppu tersebut.
"Dari sisi formil tidak ada satu pun alasan hukum dan rasional yang bisa diterima bagi terbitnya perppu itu karena tidak ada kegentingan memaksa yang benar-benar terjadi," tegas Ismail saat dihubungi Kricom.id, Rabu (25/10/2017).
Sementara secara materiil, Ismail merasa ada banyak sekali hal bermasalah dalam Perppu Ormas. Misalnya dihilangkannya kekuasaan kehakiman, dimana pembubaran ormas tidak lagi melalui pengadilan.
"Kemudian adanya pasal karet yang multitafsir utamanya pasal 59 ayat 4 butir c tentang paham yang bertentangan dengan Pancasila, serta adanya pasal pemidanaan yang sampai seumur hidup," bebernya.
Ismail pun mempertanyakan kemana arah keberpihakan para wakil rakyat saat sidang paripurna yang menyetujui Perppu Ormas itu. Padahal puluhan Ormas Islam yang hadir menyampaikan penolakannya terhadap Perppu tersebut waktu rapat dengar pendapat dengan Komisi II beberapa hari lalu.
"Menyedihkan sekali. 22 ormas yang diundang Komisi II kemarin, diantaranya Muhammadiyah, Persis, Al Washliyah, Ikadi, FPI dan lain-lain mayoritas menolak. Artinya rakyat menolak. Lah mereka kok menerima. Jadi mereka itu mewakili siapa?," ujar Ismail dengan nada heran.
Dia menganggap pengesahaan Perppu Ormas bakal membuka pintu masuk lahirnya rezim represif. Hal itu dibuktikan dengan dibubarkannya HTI secara sepihak menggunakan Perppu tersebut dengan dalih untuk merawat kebhinekaan.
"Setelah ini, entah ormas mana lagi yang dibubarkan. Bukannya adanya ormas-ormas itu juga merupakan bagian dari kebhinnekaan?," tutupnya bertanya-tanya.