MENYEDIHKAN, lagi-lagi dan untuk kesekian kali dunia maya dihebohkan dengan beredarnya video 'esek-esek' yang membuat publik terhenyak. Dan yang terakhir, pemerannya diduga adalah pelajar dan mahasiswa yang semestinya paham di luar kepala bahwa apa yang dilakukannya itu menyalahi norma agama dan sosial.
Pertanyaannya, siapakah yang patut disalahkan dengan kejadian ini? Tentu yang pertama adalah oknum-oknum yang melakukannya. Atas dalih apa pun, tindakan mereka ini sudah menunjukkan degradasi moral yang tak bisa dianggap sepele.
Selain pelakunya, lantas siapa lagi yang patut mendapatkan 'kartu merah' dalam kasus ini? Kalau mau dirunut, banyak yang bisa terseret dalam masalah 'adegan ranjang' bermasalah ini. Kontrol sosial yang semakin permisif dan tak peduli dengan lingkungan sekitar adalah salah satunya.
Orangtua atau keluarga memang berperan besar untuk mendidik putra-putrinya. Mungkin tak pernah putus mereka mengajarkan norma kebaikan pada anaknya. Namun sekali lagi, banyak orangtua yang tak berdaya menghadapi 'kebiadaban' pergaulan di luar sana. Di rumah, mungkin anak-anaknya tampil bagaikan 'anak manis' yang religius berbalut kesopanan tiada tanding.
Begitu bergabung dengan kelompoknya, tiba-tiba mereka sudah berganti 'topeng' dengan wajah yang sama sekali lain dan tak pernah bisa diduga. Atas nama mengikuti 'peradaban kekinian' yang serba bebas dan gaul, mereka bertindak di luar kontrol.
Institusi pendidikan menjadi tameng lapis kedua untuk membentengi siswa-siswinya dengan dogma-dogma agama yang ditanamkan. Masalahnya, anak-anak ini ini hanya 6-9 jam di bawah pengawasan para guru. Selebihnya, mereka sudah menyusun banyak agenda untuk melepas penat usai mengasah otak di sekolahnya.
Di sisi lain, serbuan teknologi bisa menjadi berkah bagi kebaikan, tapi sekaligus juga jadi pintu masuk 'malapetaka' yang bisa meledak sewaktu-waktu. Gampangnya akses situs 'begituan' jadi sarana 'belajar' yang paling digandrungi. Dan diakui atau tidak, pemerintah gagal membendung ratusan situs tersebut.
Kemudian yang tak kalah penting adalah penegakan hukum bagi para pelaku dan pengedarnya. Apa pun alasannya, pelaku dan perekam adegan mesum itu salah meskipun berdalih untuk konsumsi pribadi.
Tapi yang tak boleh dibiarkan adalah para pengedarnya. Mereka adalah orang-orang yang patut dimintai tanggung jawab. Jerat pasal UU Pornografi dan UU ITE seharusnya mampu menyetop aksi bodoh para 'penghamba' naluri paling mendasar ini, atau setidaknya menghambat tontonan tak senonoh tersebut.