KRICOM - Dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berasal dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dikembalikan ke institusi asalnya.
Pengembalian itu seiring dengan pemeriksaan internal keduanya atas dugaan pelanggaran berat saat bertugas menyidik kasus dugaan suap yang menyeret Basuki Haraiman.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fadli Zon mengomentari ihwal pengembalian penyidik Polri yang bertugas di markas antirasuah.
Menurut dia, pengembalian itu, menandakan ada masalah pada tubuh KPK. Terutama pada sisi pembinaan. Terbukti penyidik Polri yang bertugas di sana, diduga melakukan pelanggaran.
"Ya ini kan harus dibenahi oleh KPK sendiri, bahwa harus diakui ada masalah dan masalah ini harus diselesaikan," ujar dia ditemui di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2017).
Dia menuturkan, KPK harus menyelesaikan persoalan yang sifatnya internal. Jika tidak diselesaikan, maka kepercayaan publik kepada KPK praktis tergerus, dalam menangani kasus korupsi.
"Karena kalau tidak diselesaikan akan mendegradasi kepercayaan masyarakat," imbuhnya.
Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, fenomena pengembalian dua penyidik polisi, menjalar pada kepercayaan publik pada kemampuan KPK menangani kasus korupsi kelas 'kakap'.
"Jangan sampai seperti hal ini, dugaan-dugaan bahwa kasus-kasus tertentu, KPK begitu aktif dan agresif. Tapi dalam kasus-kasus lain yang menyentuh kekuasaan melempem. Bahkan malah terjadi skandal," keluhnya.
Hanya dia tidak mendukung jika persoalan pengembalian dua penyidik, membuat KPK bisa mencari penyidik secara independen. Karena masih banyak penyidik kepolisian yang ditugaskan KPK, memiliki kinerja ciamik.
"Sebenarnya kan dari Polri saya kira banyak orang-orang yang bagus dan baik dan seharusnya memang mereka yang mempunyai keahlian," ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan menyebut, kembalinya dua penyidik ke institusi induk hanyalah oknum. Jangan sampai, lanjut dia, penyidik polisi lain yang bertugas di KPK, mendapat cap negatif.
"Jadi kalau ada itu, kita biasanya, lebih pada posisi itu, kami mengatakan sebagai oknum. Oknum kan bisa di mana saja bisa. Bisa di aparat, bisa juga di pengadilan. Okum ya," pungkasnya.