KRICOM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan suap RAPBD di Kota Jambi. Dari operasi ini, KPK mengamankan 16 orang yang ditangkap di dua tempat berbeda, yakni di Jambi dan di Jakarta.
Saat ini, empat dari total keseluruhan sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan pemberi dan penerima suap. Selain itu, KPK juga mengamankan barang bukti uang sebanyak Rp 4,7 miliar.
Kronologi OTT di Jambi
Wakil ketua KPK, Basaria Panjaitan mengatakan, penangkapan berawal dari informasi akan adanya pertemuan anggota DPRD Provinsi Jambi di sebuah restoran bebek.
"Pada Selasa (28/11/2017) pukul 12.46 WIB, KPK mendapat informasi akan ada rencana pertemuan antara Anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 berinisial SUP dan Asisten Daerah Bidang 3 Provinsi Jambi berinisial SAI di sebuah restoran di Jambi dalam rangka penyerahan uang dengan menggunakan kode 'undangan'," jelas Basaria Panjaitan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/11/2017).
Kemudian, lanjut Basaria, di hari yang sama ada pertemuan antara SAI dan SUP yang kemudian ditangkap tangan KPK.
"Pada pukul 14.00 WIB terjadi pertemuan antara SAI dan SUP. SUP keluar dari restoran lalu masuk ke mobil SAI. Diduga terjadi transaksi di mobil tersebut, SUP kemudian keluar dari mobil SAI terlihat membawa kantong plastik hitam," lanjutnya.
Saat itulah, tim KPK mengamankan SUP dengan barang bukti kantong plastik hitam berisi uang Rp 400 juta. Kemudian di tempat yang sama, KPK juga mengamankan SAI dan SRP (sopir SUP).
Sebelum masuk ke mobil SAI, SUP sedang makan siang bersama rekannya, GWS (swasta) yang kemudian turut ditangkap KPK.
Setelah itu, KPK membawa SAI ke rumah pribadinya di Kota Jambi. Di kediaman SAI, KPK menemukan uang Rp 1,3 miliar. Uang tersebut diduga akan diberikan kepada anggota DPRD terkait pengesahan RAPBD 2018.
Tak hanya itu, di kediaman SAI, penyidik juga mengamankan ATG (anak buah SAI) dan NUR, anggota DPRD, yang juga istri SAI.
"Selanjutnya 5 orang tersebut, yaitu SAI, NUR, SUP, GWS, dan ATG dibawa ke Mapolda Jambi untuk pemeriksaan lebih lanjut," tuturnya.
Malam harinya, yakni sekitar pukul 19.00 WIB, Tim KPK mencari dan mengamankan Plt Kepala Dinas PU Provinsi Jambi berinisial ARN di rumah pribadinya. Dari rumah tersebut, tim mengamankan dua koper berisi uang Rp 3 miliar. ARN kemudian di bawa ke Mapolda Jambi.
Sekitar pukul 20.00 WIB, Kepala UPTD Alat dan Perbekalan Pemprov Jambi berinisial WSS datang ke Kantor Polda Jambi untuk memberikan keterangan. Pukul 20.40 WIB, Tim KPK mendatangi kantor Dinas PUPR dan menemukan RNI, staf ARN yang sedang memegang berkas di depan alat penghancur kertas.
"Diduga RNI berusaha menghancurkan catatan-catatan transfer sejumlah uang. Kemudian RNI juga turut dibawa ke Mapolda Jambi," ujar Basaria.
Kronologi OTT di Jakarta
Setelah terjadi tangkap tangan di Jambi, secara paralel tim penyidik KPK juga mengamankan 4 orang yang berada di Jakarta.
"Sekitar pukul 17.19 WIB, KPK mengamankan tiga orang, yakni Kepala Perwakilan Provinsi Jambi di Jakarta berinisial AMD, pihak swasta berinisial ASL, dan Kepala Dinas Perhubungan Pemprov Jambi berinisial VRL di sebuah gerai kopi di pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat," jelas Basaria.
Tiga orang tersebut kemudian digelandang ke Gedung Merah Putih KPK untuk pemeriksaan lebih Ianjut.
"Sekitar pukul 20.00 WIB, KPK mengamankan Plt Sekretaris Daerah Provinsi Jambi berinisial EWM di sebuah apartemen di Thamrin, Jakarta Pusat. EWM kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk pemeriksaan lebih ianjut," tukasnya.
KPK menduga, pemberian uang yang terjaring tangkap tangan penyidik KPK ini ditujukan agar seluruh anggota DPRD jambi hadir dalam pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018.
"Tujuannya untuk memuluskan proses pengesahan yang sebelumnya diduga telah disepakati pencarian uang yang disebut sebagai 'uang ketok'. Pencarian dana itu dilakukan pada pihak swasta yang sebelumnya telah menjadi rekanan pemprov," tutup Basaria.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, EM, A, dan S disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 250 juta.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, S disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.