KRICOM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilanda dilema dalam mengabulkan permintaan Justice Collabolator (JC) yang diajukan oleh terdakwa kasus koruspi e-KTP, Setya Novanto.
Ketua Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Arsil menyarankan agar KPK menolak JC Setnov. Tapi, dengan catatan KPK sudah mengantongi siapa dalang perkara yang merugikan negara miliaran rupiah itu.
"Ini kan soal tawar menawar, apakah info yang dimiliki pelaku sudah dimiliki penyidik (KPK)?. Ketika sudah (dimiliki), ngapain dikasih?" kata Arsil saat dihubungi KRICOM, Sabtu (13/1/2018).
"Kalau penyidik yakin tak perlu lagi informasi yang jauh lebih penting, ngapain dia pakai justice colabolator?" tambah dia.
Arsil melanjutkan, jika penyidik belum tau soal informasi dan Setnov bisa membongkar itu, maka dia akan tawarkan untuk bekerjasama dengan imbalan yakni dikurangi hukuman dan tuntutannya.
"Kalau Setnov peranannya besar, maka bisa jadi yang diungkap adalah pelaku yang didorong menjadi penerima suap. Dia tau siapa yang dia suap, karena dia (Setnov) otaknya ," pungkasnya.
Terdakwa korupsi e-KTP, Setya Novanto resmi mengajukan Justice Collaborator kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jika memenuhi syarat dan permohonannya dikabulkan, maka Novanto bisa mendapat sejumlah keuntungan, salah satunya keringanan hukuman.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, pihaknya sudah menerima permohonan pengajuan Justice Collaborator Novanto. Namun demikian, KPK masih akan melakukan kajian sebelum menyetujui atau menolak permohonan yang diajukan politikus Partai Golkar itu.