KRICOM - Persiapan Korea Utara (Korut) dalam menanggapi konflik dengan Amerika Serikat (AS) telah memasuki babak baru. Setelah sibuk mengembangkan berbagai persenjataan militer, kini Korut dikabarkan telah mempersiapkan warganya untuk menghadapi perang.
Seperti dirilis NY Post, Pemerintah Korut dikabarkan telah memerintahkan seluruh warganya untuk melakukan latihan penyelamatan diri apabila negara pimpinan Kim Jong-un tersebut terlibat perang nuklir dengan musuh-musuhnya.
"Pemerintah Korea Utara telah menggelar latihan evakuasi massal dan cara menyelamatkan diri dalam kondisi gelap gulita di seluruh kota di negara tersebut," ujar laporan yang dirilis oleh salah satu media Korut, NK News, Sabtu (28/10/2017).
Menurut laporan yang sama, latihan penyelamatan diri dalam gelap gulita digelar untuk menyamarkan posisi para warga saat pertempuran terjadi di kawasan perkotaan. Namun latihan tersebut kabarnya sengaja tidak digelar di Kota Pyongyang dengan berbagai alasan yang tidak disebutkan.
"Saya belum pernah mendengar Korut melakukan latihan perang seperti ini, tetapi saya sama sekali tidak terkejut," ujar salah seorang pensiunan jenderal militer Korea Selatan yang namanya enggan disebutkan.
"Hal ini memperlihatkan bahwa Korut sadar betapa seriusnya konflik antara negaranya dengan AS dan sekutu-sekutunya," lanjut sang jenderal.
Adapun tensi permusuhan antara AS dan Korut sampai saat ini kian meningkat. Hal tersebut diutarakan oleh Menteri Pertahanan AS, James Mattis. Dalam pernyataannya, Mattis menilai tanda-tanda rezim Kim Jong-un untuk meluncurkan senjata nuklir kian terlihat.
"Korut telah meningkatkan ancamannya. Hal itu terlihat oleh negara-negara tetangganya dan seluruh dunia lewat program-program pembangunan senjata nuklir yang melawan hukum," ujar Mattis pada hari Sabtu (28/10/2017).
Presiden AS Donald Trump dikabarkan akan membicarakan perseteruan antara negaranya dengan Korut dalam pertemuan dengan para pejabat tinggi negara-negara sekutunya, yaitu Jepang dan Korsel. Pembicaraan tersebut akan dilangsungkan pada bulan November, ketika Trump melakukan kunjungan kerja ke wilayah Asia.